PENGERTIAN DARI KEBUDAYAAN :
- BACSON-HOABINH = Bacson merupakan daerah pegunungan, sedangkan Hoabinh merupakan daerah dataran rendah. kedua daerah ini tidak jauh dari Teluk Tankin. Oleh karena itu, Modeleine Coloni (arkeolog Prancis) memberi nama kedua kebudayaan tersebut sebagai kebudayaan Bacson-Hoabinh.
- DONGSON = Kebudayaan Dongson merupakan kebudayaan zaman perngguru yang berkembang di lembah Song Hong, Vietnam.
- SAHUYNH = merupakan kampung pasir di selatan Da Nang, diantara ThuaThein dan delta sungai Dong Nai di provinsi Quang Nam, Vietnam.
Baca Juga: Kebudayaan Dongson: Sejarah, Ciri, Peninggalannya dan Pengaruh Kebudayaan Dongson di Indonesia
- BACSON-HOABINH = Kehidupan mereka bercorak Mesolitikum karena menggunakan peralatan batu yang diasah sebagian. memiliki pola hidup setengah menetap (semi mod), tinggal di gua-gua karang (abris sous roche) dekat pantai.
- DONGSON = Penanda dimulainya zaman logam/perundigaian di Indonesia, kebudayaan Dongson memiliki beragam hiasan tertentu yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat pra-aksara.
- SAHUYNH = Berkembang pada akhir kebudayaan logam (Abad I SM), menghasilkan alat-alat perunggu dan tempayan yang memiliki corak tersendiri, memiliki cara penguburan dengan memasukkan jenazah ke dalam tempayan besar.
- BACSON-HOABINH = kapak genggam Sumatera, kapak dari tulang dan tanduk, flakes (alat serpih batu).
- DONGSON = nekara pengguru, bejana pengguru, arca pengguru, kapak corong, perhiasan perunggu.
- SAHUYNH = lingling-o, tempayan kubur.
RUTE PENYEBARAN KEBUDAYAAN :
- BACSON-HOABINH = Datang bersama dengan migrasi Papua Melanosoid melalui jalan barat dan jalan timur awalnya di sepanjang pantai timur Sumatera dan pantai utara Jawa, lalu ke wilayah Indonesia timur.
- DONGSON = Bersamaan dengan gelombang migrasi bangsa Deutro Melayu di wilayah ini pada tahun 500 SM. Nekara-nekara ditemukan di Sumatera, Jawa, Maluku selatan.
- SAHUYNH = Kebudayaan sahuynh kemungkinan dibawa oleh orang-orang autronesia.
JELASKAN LATAR BELAKANG BANGSA INDONESIA MENERIMA KEBUDAYAAN DARI LUAR
= Nenek moyang kita bersifat terbuka terhadap masuknya budaya asing. Dengan sikap tersebut masayarakat tidak mengalami civilization daze. Dengan memadukan budaya asing dan lokal. Perpaduan ini menjadikan budaya Republic of indonesia menjadi beragam oleh karena itu kita harus bersifat toleransi dan terbuka.
Baca Juga: Kebudayaan Bacson Hoabinh: Sejarah, Ciri, Peninggalannyan dan Pengaruh Kebudayaan Bacson-Hoabinh pada Kebudayaan Indonesia
Penelusuran terkait
- ciri-ciri kebudayaan dongson
- hasil kebudayaan bacson-hoabinh
- jelaskan pengaruh kebudayaan serta ciri-ciri kebudayaan bacson-hoabinh
- kebudayaan bacson-hoabinh meninggalkan peninggalan berupa
- ciri-ciri kebudayaan sa huynh
- peninggalan kebudayaan bacson-hoabinh
- ciri-ciri kebudayaan bacson-hoabinh ditunjukkan oleh angka
- pengaruh kebudayaan bacson-hoabinh
Page 2
Ilmuips.my.id dibuat dengan semangat menghadapi revolusi industri 4.0. Kemudahan mengakses informasi menjadi pedang bermata dua yang memberikan dampak positif sekaligus negatif. Banyaknya informasi yang ada di Internet membuat kita sulit untuk mencari referensi terpercaya.Padahal hampir semua orang, termasuk para Pelajar dan Pendidik mencari informasi atau bahan pembelajaran dan pendidikan di Net.Menyikapi fenomena tersebut, Ilmuips hadir menjawab kebutuhan diatas. Ilmuips.my.id menghadirkan bahan dan sumber belajar berdasarkan referensi.
Blog yang beralamatkan di Ilmuips.my.id dan bernama “Ilmuips” ini berisikan artikel-artikel mengenai ilmu pengetahuan tertuama mengenai pengertian, definisi atau arti mengenai apapun. Yang tentunya memiliki tujuan untuk menambah wawasan atau ilmu pengetahuan sahabat atau teman-teman khususnya para pelajar atau mahasiswa. Dan blog ini juga sekaligus sebagai tempat saya untuk menyimpan beberbagai macam materi pelajaran sekolah yang tentunya sudah saya pelajari sebelumnya. Untuk menghubungi saya bisa melalui halaman kontak.
Perkembangan masyarakat prasejarah di Indonesia tidak dapat terlepas dari pengaruh kebudayaan bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara. Salah satu kebudayaan yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan masyarakat prasejarah Indonesia adalah kebudayaan Bacson-Hoabinh yang identik dengan alat kebutuhan hidup yang terbuat dari batu.
Kebudayaan Bacson-Hoabinh berasal dari peradaban manusia purba di lembah sungai Mekong, Vietnam dan dari kawasan tersebut menyebar ke Asia Tenggara dan Oseania. Budaya ini muncul pada zaman mesolitikum dimana manusia masih menggunakan batu-batuan sebagai bahan dasar alat-alatnya.
Sebagai salah satu kebudayaan utama pada zaman batu, Bacson–Hoabinh dianggap sebagai salah satu pusat kebudayaan zaman batu di Asia Tenggara dan Indochina. Adapun jejak kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di gua-gua dan bukit-bukit kerang yang terletak di sebelah utara Vietnam tepatnya di provinsi Hoabinh.
Istilah kebudayaan Bacson-Hoabinh diperkenalkan oleh Madeleine Colani, arkeolog Prancis yang melakukan penggalian di kawasan itu. Kebudayaan ini kemudian tersebar sampai ke Thailand, Malaka, dan Sumatera Bagian Timur. Persebaran kebudayaan itu berlangsung secara sambung menyambung.
Bacson–Hoabinh di Indonesia
Dalam sejarahnya, kebudayaan Bacson–Hoabinh muncul di lembah sungai Mekong, Vietnam sekitar 10.000 hingga 4.000 tahun yang lalu. Seiring dengan berjalannya waktu, manusia-manusia ini bermigrasi ke selatan atau ke kepulauan Republic of indonesia sekitar ii.000 tahun sebelum masehi.
(Baca juga: 5 Kebudayaan Indonesia yang Sudah Mendunia)
Pengaruh utama budaya Bacson-Hoabinh terhadap perkembangan budaya di Indonesia adalah berkaitan dengan tradisi pembuatan alat kelengkapan hidup manusia yang terbuat dari batu. Batu yang dipakai untuk alat umumnya berasal dari batu kerakal sungai dan alat ini dikerjakan dengan teknik penyerpihan menyeluruh pada satu atau dua sisi batu.
Hasil penyerpihan menunjukan adanya keragaman bentuk, ada yang berbentuk lonjong, segi empat, segi tiga, dan beberapa diantaranya ada yang berbentuk berpinggang. Alat-alat khas kebudayaan Bacson-Hoabinh ternyata banyak ditemukan di Indonesia khususnya Sumatera yang berupa kapak genggang Sumatera atau Sumatralith. Alat ini juga ditemukan di Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua, meskipun tidak sebanyak di Sumatera.
Peralatan mesolitikum itu ditemukan di bukit-bukit kerang (kjokkenmoddinger) dan gua-gua (abris sous roche). Kondisi itu menunjukan pengaruh kebudayaan Bacson-Hoabinh selama berlangsungnya zaman Mesolitikum di Indonesia. Pengaruh kebudayaan Bacson-Hoabinh diperkuat oleh bukti kehadiran ras Papua Melanosoid sebagai pelaku kebudayaan kjokkenmoddinger dan abris sous roche di Indonesia.
Ras itu pulalah yang menjadi pelaku kebudayaan di Tonkin. Di perkirakan ras ini menyebar ke Asia Tenggara pada zaman es saat Dangkalan Sunda dan Sahul terhampar sebagai daratan luas. Ke berbagai tempat mereka menyebar, memperkenalkan, dan menerapkan tradisi kehidupan menetap sementara dalam gua-gua dan membuat peralatan batu yang lebih baik dari peralatan paleolitikum.
Kebudayaan Bacson-Hoabinh
– Pusat kebudayaan zaman mesolitikum di Asia berada di dua tempat, yaitu di Bacson dan Hoabinh. Kedua tempat tersebut berada di wilayah Tonkin di Nidocina (Vietnam). Istilah Bacson-Hoabinh pertama kali digunakan oleh arkeolog Prancis yang bernama Madeleine Colani pada tahun 1920-an.
Nama tersebut digunakan untuk menunjukkan suatu temapt pembuatan alat-alat batu yang khas dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya.
Daerah penemuan peninggalan kebudayaan Bacson-Hoabinh yaitu di seluruh wilayah Asia Tenggara, hingga Myanmar (Burma) di barat dan ke utara hingga provinsi-provinsi selatan dari kurun waktu antara 18.000 hingga 3.000 tahun yang lalu.
Namun, pembuatan kebudayaan Bacson-Hoabinh terus berlangsung di beberapa kawasan sampai masa yang lebih baru.
Di daerah Vietnam ditemukan tempat pembuatan alat dari batu yang sejenis dengan alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh. Di gua Xom Trai (dalam buku Pham Ly Houng; Radiocarbon Dates of the Hoabinh Culture in Vietnam, 1994) ditemukan alat-alat batu yang sudah diasah pada sisi yang tajam.
Alat-alat batu dari gua Xom Trai tersebut diperkirakan berasal dari 18.000 tahun yang lalu. Dalam perkembangan selanjutnya, alat-alat batu atau yang dikenal dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh, tersebar dan berhasil ditemukan hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara, baik daratan ataupun kepulauan, termasuk wilayah Indonesia.
Kebudayaan Bacson-Hoabinh mempunyai ciri khas yaitu penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran sekitar satu kepalan dan sering kali seluruh tepiannya menjadi bagian yang tajam.
Hasil penyerpihannya itu menunjukkan berbagai bentuk seperti lonjong, segi empat, segi tiga, dan beberapa di antaranya ada yang berbentuk berpinggang.
Menurut CF. Gorman dalam bukunya The Hoabinhian and afterward; Subsistance Patterns in South East Asia during the latest Pleistocene and Early Recen Periode (1971) yang manyatakan bahwa penemuan alat-alat dari batu paling banyak ditemukan dalam penggalian di pegunungan batu kapur di daerah Vietnam bagian utara, yaitu daerah Bacson, pegunungan Hoabinh.
Di samping alat-alat dari batu juga ditemukan alat-alat serpih, batu giling dari berbagai ukuran, alat-alat dari tulang dan sisa tulang-belulang manusia yang di kuburkan dalam posisi terlipat yang ditaburi zat warna merah.
Kebudayaan Batu di Indonesia
Di Indonesia, alat-alat batu dari kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di daerah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua. Di Sumatra, alat-alat dari batu yang sejenis dengan kebudayaan tersebut ditemukan di Lhokseumawe dan Medan.
Benda-benda ini berhasil ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang yang berdiameter 100 meter dengan kedalaman 10 meter. Lapisan kerang tersebut diselang-seling dengan tanah dan abu. Bukit kerang ini ditemukan pada tempat dengan ketinggian hampir sama dengan permukaan air laut sekarang.
Pada zaman kala holosen, daerah tersebut merupakan garis pantai. Namun, ada beberapa tempat penemuan yang sekarang ini berada di bawah permukaan laut. Tetapi, sebagian besar tempat ditemukannya alat-alat dari batu di sepanjang pantai telah terkubur di bawah endapan tanah.
Hal ini dikarenakan akibat terjadinya proses pengendapan yang berlangsung selama beberapa ribu tahun yang lalu.
Di Jawa, alat-alat batu sejenis kebudayaan Bacson-Hoabinh di temukan didaerah Lembah Sungai Bengawan Solo. Penemuan alat-alat dari batu ini ketika dilakukan penggalian untuk mencari fosil-fosil manusia purba.
Peralatan batu yang berhasil ditemukan memiliki usia jauh lebih tua dari peralatan batu yang ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang di Sumatra.
Hal ini dapat dilihat dar cara pembuatannya. Peralatan batu yang ditemukan di daerah Lembah Sungai Bengawan Solo dibuat dengan cara yang sangat sederhana dan belum diserpih atau di asah.
Batu kali langsung digunakan dengan cara menggenggam. Menurut Von Koenigswald, peralatan dari batu yang digunakan oleh manusia purba Indonesia sejenis Pithecanthropus erectus. Berdasarkan penelitiannya, alat-alat dari batu tersebut berasal dari daerah Bacson-Hoabinh.
Di daerah Cabbenge, Sulawesi Selatan, berhasil ditemukan alat-alat dari batu yang berasal dari kala pleistosen dan holosen. Penggalian dan upaya menemukan alat-alat tersebut juga dilakukan di daerah pedalaman Maros, sehingga dari beberapa tempat penggalian berhasil ditemukan alat-alat dari batu, termasuk alat serpih berpunggung dan mikrolit yang dikenal dengan toalian.
Alat batu toalian diperkirakan berasal dari 7.000 tahun yang lalu. Perkembangan peralatan batu di daerah Maros ini diperkirakan bersamaan dengan munculnya tembikar di kawasan tersebut.
Di samping daerah-daerah itu, peralatan batu kebudayaan Bacson-Hoabinh juga ditemukan di daerah lain seperti daerah pedalaman Semenanjung Minahasa, Flores, Maluku Utara, dan daerah lain di Indonesia.
Baca: Peninggalan kebudayan zaman Dongson
|