Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad VI Masehi, yakni kerajaan bercorak Buddha.
Daerah kekuasaanya terpampang berasal majemuk negara yang masuk ASEAN masa ini ini,
yakni Kamboja, Thailand bagian kidul, Semenanjung Malaya. Sedangkan di Indonesia
meliputi Sumatra, pesisir barat Kalimantan hingga Jawa bagian barat. Pusat Imperium Sriwijaya
terletak di antara Ancala Siguntang dengan Sobakingking (Palembang, Sumatra Selatan).

Coba perhatikan gambar peta kerajaan Sriwijaya dibawah ini, bila dicermati tampak lokasi
Kerajaan Sriwijaya nan taktis, yaitu di antara kolek perdagangan China dan India.
Suatu anju yang strategis, apabila selanjutnya Kerjaaan Sriwijaya meranggitkan
perekonomiannya pada perdagangan air (laut dan kali besar), serta pangkalan umpama tempat
bongkar muat berbagai komoditas yang hendak dipasarakan, baik di dalam alias keluar
area kerajaan. Dalam prasasti Ligor (775) memuat penjelasan pendirian Ii kabupaten Ligor kerjakan
mengawasi jalur pelayaran dan perbelanjaan Selat Malaka (Sri Lestarai, dkk, 2014:10).

Wilayah Dominasi Imperium Sriwijaya – Sumber: Mulyadi dan Ringgo Rahata (2013:113)

Sepadan dengan letak kerjaan Sriwijaya, Indonesia sekali lagi terletak sreg posisi strategis, diapit dua samudra dan dua benua serta dempet Selat Malaka. Saat ini Selat Malaka teragendakan salah suatu perairan pelayaran tersibuk yang dilewati beraneka rupa perahu besar untuk perkulakan. Dimasa mendatang dengan adanya pasar objektif di kawasan Asia Tenggara dan Pasifi k, maka Selat Malaka diprediksi akan menjadi jalur ekspor impor penting manjapada. Peluang mendelongop lebar bagi Indonesia bakal membangun keberuntungan nautikal melebihi Kerajaan Sriwijaya dengan modal letak strategis dan demografi angkatan kerja makmur yang melimpah.

Emir-raja yang perhubungan memerintah Kerajaan Sriwijaya dan mememberikan tonggak sejarah dalam perkembangan kekaisaran, diantaranya sebagi berikut.


Kerajaan Sriwijaya berkembang dinamis di asal pemerintahan raja-sunan tersebut. Perkembangan Kerajaan Sriwijaya di beberapa aspek (politik, social, ekonomi, dan budaya) turut serta mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara kita setakat masa ini.

Kronologi Kerajaan Sriwijaya dari bineka batu bersurat yang ditemukan boleh digambarkan bagaikan berikut.

  1. Aspek Politik

Zaman Kejayaan Sriwijaya terjangkau pada abad VIII-XIX Masehi. Puncaknya momen Kerajaan Sriwijaya diperintah oleh Sinuhun Balaputradewa. Lega aspek politik, beberapa kebijakan yang turut mendorong Kerajaaan Sriwijaya menjadi besar antara lain; meletakkan asal kebijakan kerajaan sreg pendudukan kolek pelayaran, jalur perkulakan, dan menguasai provinsi strategis cak bagi digunakan bagaikan pangkalan armada laut. Kebijakan kebijakan ekspansi ini disamping bertelur memperluas kawasan kekaisaran, juga menjadikan rahasia perniagaan dengan mengusai jalur-sagur perniagaan India, Cina, Selat Malaka, Selat Sunda, Semanjung Malaya, dan Kapling Renceng Kra.

Baca :   Perhatikan Data Percobaan Uji Larutan Berikut

Bukti-bukti kebijakan ekspansi Imperium Sriwijaya dapat dilacak pada prastasiprastasi

berikut ini:

  1. Prastasi Kedukan Jabal (684)

Ditemukan di wilayah Kedukan Bukit, di sepanjang Sungai Blantik dekat Palembang. Isi prasasti mengklarifikasi tentang Raja Dapunta Hyang berpokok Kekaisaran Sriwijaya mengirimkan 20.000 legiun dan berhasil menaklukkan Minangatamwan. Letak Minangatamwan diperkirakan berlimpah di daerah Binaga Jambi

  • Batu bertulis Kota Kapur (686)

Prasasti Kota Kapur berangka hari 686 ditemukan di Pulau Bangka. Prasasti ini menamakan bahwa Imperium Sriwijaya berusaha menjinakkan bumi Jawa yang bukan setia kepada Sriwijaya. Adapun yang dimaksud bumi Jawa adalah Kerajaan Tarumanagara alias sekarang terdapat di Kota Bogor, Jawa Barat.

  • Prastasi Kerang Libido (686)

Epigraf Karang Birahi berangka periode 686. Batu bersurat ini ditemukan di kewedanan pedalaman Jambi yang menunjukkan penguasaan daerah tersebut oleh Sriwijaya.

  • Prasasti Ligor

Prasasti Ligor bertulang tahun 775 ditemukan di Malaysia. Batu bertulis ini menyebutkan adapun pendirian ibukota Ligor di Jazirah Malaya agar kian damping menyibuk pelayaran penggalasan di Selat Malaka.

Selanjutnya, bikin menjamin yuridiksi kerajaan, pemerintah Sriwijaya membuat ketatanegaraan pengambilan kutuk untuk semua gudi agar teguh kepada Sriwijaya. Kebijakan ini kemudian ditulis puas Epigraf Telaga Bencana. Tulisan sreg prasasti ini memiliki 28 jejer dengan leter Pallawa dan mempekerjakan bahasa Melayu Kuno.

Secara garis raksasa, isi bersumber karangan ini adalah tentang kutukan untuk mereka yang berbuat kejahatan di Kerajaan Sriwijaya dan tidak mematuhi perintah berpunca kanjeng sultan. Maka dari itu karena itu, para pemegang pengaruh sesudah emir, nan memiliki potensi mengembalikan Kekaisaran Sriwijaya perlu disumpah. Mereka antara tak putra yamtuan (rājaputra), nayaka (kumārāmātya), bupati (bhūpati), panglima (senāpati), Pembesar/tokoh tempatan terkemuka (nāyaka), bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji pratyaya), juri (dandanayaka), pejabat pegiat/buruh (tuhā an vatak = vuruh), pengawas praktisi rendah (addhyāksi nījavarna), ahli senjata (vāsīkarana), pasukan (cātabhata), komandan organisator (adhikarana), tenaga kerja toko (kāyastha), pengrajin (sthāpaka), kapten kapal (puhāvam), peniaga (vaniyāga), pelayan tuanku (marsī hāji), dan budak raja (hulun hāji).

  • Aspek Sosial
Baca :   Awasome Budidaya Jagung Untuk Pakan Ternak References

Bagaikan kekaisaran maritim yang menguasai area perairan jalur perbelanjaan bumi, maka pemukim Imperium Sriwijaya banyak berinteraksi dengan orangorang berbagai rekahan dunia, termasuk dengan musafir. Para pedagang selain berlepau juga menyerikan agama. Penduduk Kerajaan Sriwijaya bertabiat terbuka terhadap hal baru. Misalnya masuknya ajaran agama Buddha dari India.

Untuk memperdalam ramalan agama Buddha, para biksu muda dari Kekaisaran Sriwijaya, memiliki sukma berlatih yang tinggi bakal memperdalam ilmu agamanya ke India. Seperti mana terekam dalam Prasasti Nalanda. Batu bertulis ini menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berusul Nalanda, India, telah membebaskan lima biji pelir desa terbit pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu perlu membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang memaui ilmu di Kerajaan Nalanda.

Hal ini merupakan wujud penghormatan kepada Baginda Sriwijaya saat itu, Balaputradewa, yang mendirikan wihara di Nalanda. Selain itu, Batu bertulis Nalanda juga menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa perumpamaan raja terakhir Dinasti Syailendra yang terusir berpangkal Jawa, mempersunting kepada Raja Nalanda untuk mengakui hak-haknya atas Dinasti Syailendra.

Masyarakat Kekaisaran Sriwijaya memiliki dinamika nan tahapan, baik bilamana memperluas wilayah kerajaan, perniagaan dan keagamaan. Maka itu karena itu, pihak kerajaan membuatkan area publik adalah konkret taman yang bisa diakses oleh masyarakat.

Kebijakan ini tertuang dalam Prasati Talang Tuo yang ditemukan di Ii kabupaten Blantik Tuo, Palembang dengan angka musim 684. Batu bersurat ini menceritakan tentang pembuatan taman nan bernama Srikerta atas perintah Dapunta Hyang Sri Jayanaga.

Prasasti Talang Tuo
  • Aspek Ekonomi

Bagi menjelaskan bagaimana semangat ekonomi Sriwijaya, kiranya pahami malah dulu posisi geografi s Sriwijaya. Secara ilmu permukaan bumi s, Sriwijaya berada di antara dua pusat tamadun Asia, yakni India di barat dan Cina di arah timur. Kedua pusat peradaban itu secara intensif melakukan persaudaraan niaga. Dengan demikian, kawasan Sriwijaya menjadi kempang sekaligus mata rantai nan menambat keduanya. Lambat laun, masyarakat Sriwijaya terlibat dalam asosiasi tersebut.

Baca :   Kata Yang Bergaris Bawah Memiliki Arti

Pantai-pantai yang strategis di Selat Malaka sering dijadikan panggung bongkar muat bineka barang produk. Oleh karena itu, tumbuhlah penguasa-penguasa setempat yang kemudian bermain sebagai pedagang. Privat kaitan itu, hasil bumi dari Kekaisaran Sriwijaya semakin melantangkan dugaan bahwa vitalitas ekonomi masyarakat Sriwijaya bertumpu pada kegiatan pelayaran dan perdagangan. Buat menjaga keamanan daerah lautnya yang luas, Sriwijaya membangun armada laut nan kuat. Dengan demikian, perdagangan nan berlanjut di Kekaisaran Sriwijaya bisa berjalan aman. Dari distrik lautnya yang luas, Imperium Sriwijaya banyak memperoleh pemasukan dari kapal-kapal dagang yang memintas maupun singgah di pelabuhan Sriwijaya.

  • Aspek budaya

Tonggak nasib budaya masyakarat Sriwijaya yang sangat dibanggakan adalah kapan Sriwijaya menjadi kancing pengajaran nubuat Buddha di Asia Tenggara. Para pendeta yang pecah dari wilayah sebelah timur Sriwijaya, sebagaimana Cina dan Tibet banyak yang beralamat di Sriwijaya. Pamrih mereka merupakan membiasakan ajaran Buddha, sebelum mereka belajar ke India nan yaitu tanah asal lahirnya agama Buddha. Pada tahun 1011-1023, datang seorang pendeta Buddha bersumber Tibet untuk memperdalam pengetahuannya tentang agama Buddha di Sriwijaya. Pastor itu bernama Atisa dan mengamini bimbingan langsung dari guru besar agama Buddha di Sriwijaya, yakni Dharmakitri.

Situasi tidak nan berkaitan dengan itu ialah adapun adanya manifesto bahwa lega musim 1006, Raja Sriwijaya, Sanggrama Wijayatunggawarman mendirikan sebuah wihara di India Kidul, yaitu di Nagipattana. Wihara ini dilengkapi dengan asrama nan dikhususkan lakukan medan tinggal para biksu nan terbit berbunga Sriwijaya yang tengah memperdalam ilham Buddha di India. Secara budaya, hal ini jelas menunjukkan bahwa raja-raja Sriwijaya memiliki perasaan yang besar pada pengembangan budaya dan pendidikan, khususnya mengenai pendidikan pengajaran agama Buddha.

Di masa setelah kerajaan Hindu-Buddha, berdirinya lembaga pendidikan keagaamaan selanjutnya juga berkembang puas masa imperium maritim di masa Selam dengan bentuk pondok pesantren. Di jaman sekarang rang pendidikan tidak saja mengajarkan dogma, saja sudah mengalami perubahan buram bertambah bineka sesuai kebutuhan pendidikan, baik yang bersifat akedemis maupun non akademis.